Sebagaimana kita ketahui, sekolah merupakan lembaga yang bertugas untuk mencerdaskan anak didiknya. Bahkan tidak hanya bertugas menjadikan anak didiknya menjadi cerdas, sekolah juga bertanggung jawab dengan karakter dan kepribadian siswanya.
Namun siapa sangka banyak sekali “budaya sekolah” yang nyatanya tidak menjadikan siswanya semakin pintar, justru membuat peserta didik terkurung pemikirannya. Lalu apa saja budaya-budaya sekolah yang justru membuat peserta didiknya tidak semakin pintar?
1. Guru lebih banyak memperhatikan siswa yang pintar
Mungkin kamu pernah merasakan, dimana guru lebih banyak memberikan perhatian hanya kepada mereka yang pintar saja. Bahkan tidak sedikit guru yang hanya menerangkan dan memberikan penjelasan, terfokus kepada salah satu murid yang dianggap pintar saja. Sedangkan murid yang tidak begitu pintar dibiarkan saja, bahkan dicuekin.
Mungkin bagi guru itu memuaskan, sebab apa yang ia berikan kepada muridnya bisa diterima oleh sang murid yang pintar itu. Tapi bagi murid yang lain, yang tidak begitu pintar tentu itu sangat merugikan. Dimana hak diajari merupakan hak setiap murid, baik itu murid pintar maupun murid bodoh.
2. Murid diajak selalu mengikuti pola pikir guru
Metode ini memang terbilang kolot, namun di beberapa sekolah metode pembelajaran seperti ini masih banyak ditemukan. Dimana siswa dituntut untuk mengikuti pola pikir guru, baik perilaku maupun pemikiran.
Pada budaya pengajaran dimana murid harus selalu mengikuti pola pikir guru, pada akhirnya nalar kreatif, inovatif, dan kritis siswa dikekang oleh pola pikir guru yang mau tidak mau siswa harus mengikutinya. Padahal pendidikan tidak hanya untuk mencerdaskan, tapi melatih bagaimana siswa berfikir kreatif, kritis, dan inovatif.
3. Siswa dituntut menguasai semua mata pelajaran
Jika kita mau jujur, masa paling dituntut memeras otak dengan ekstra ialah masa-masa sekolah. Bagaimana tidak, kita dituntut memahami segala macam mata pelajaran yang guru saja belum tentu bisa menguasai segala macam pelajaran tersebut.
Bayangkan, siswa dituntut untuk paham matematika, fisika, kimia, biologi, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya. Padahal guru matematika saja tidak faham tentang pelajaran biologi, bahasa Inggris dan kimia. Atau sebaliknya guru Biologi tidak faham dengan pelajaran bahasa Inggris dan matematika.
Terlalu banyaknya beban pada otak peserta didik, hanya akan membuat pemikiran siswa menjadi terkekang. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat berfikir bebas sesuai bakat dan minat siswa, berubah menjadi pabrik penghasil pelajar yang hanya mengejar nilai diatas kertas.
Pada akhirnya peserta didik akan melakukan berbagai cara agar nilainya bagus, padahal ia tidak faham dengan materi pelajaran yang begitu banyak.
4. Ukuran pintar hanya pada kemampuan berhitung
Satu lagi budaya yang keliru yang ada di dunia pendidikan kita, yakni mengukur kepintaran seseorang hanya dari kemampuan berhitung saja. Artinya mereka yang pandai berhitung dianggap lebih pintar dibandingkan dengan mereka yang jago menggambar, jago menulis, atau jago memecahkan masalah.
Tidak dipungkiri budaya ini sangat kita rasakan. Terlebih jika kita sudah menginjakan kaki di tingkat SLTA. Dimana anak IPA konon lebih pintar daripada anak IPS. Padahal pintar tidak hanya diukur dari berhitung. Bermusik, bersosial, dan memiliki jiwa seni juga bukti jika anak tersebut memiliki kemampuan otak yang mumpuni.
5. Siswa dikejar dengan materi pengetahuan, sedangkan moral dan etika disisihkan
Tujuan pendidikan tidak hanya membuat peserta didik menjadi pintar, namun juga memiliki kepribadian dan moral yang baik. Namun sepertinya cita-cita tersebut masih susah untuk dicapai selama sekolah lebih memprioritaskan nilai diatas kertas dibandingkan sikap dan moral peserta didiknya.
Hal inilah yang membuat kian hari moral anak sekolah di negara kita sedikit demi sedikit mulai menjauhi dari norma yang berlaku di masyarakat. Tawuran, narkoba, seks bebas, sepertinya menjadi hal yang lumrah di pelajar kita. Padahal tujuan utama pendidikan ialah memanusiakan manusia agar manusia bertindak layaknya manusia yang manuisawi.
Bagaimana menurutmu dengan pendidikan di negeri ini? Apakah sudah berhasil membuat peserta didik menjadi manusia yang bertindak sesuai etika dan moral yang manusiawi?
0 Comments
Posting Komentar